Bagi seorang yang sudah dewasa, yang sedang jauh dari orangtua, akan sering merasa kangen dengan mamanya.
Bagaimana dengan ayah?
Mungkin karena mama lebih sering menelpon untuk menanyakan keadaanmu.
Tapi tahukah kamu, jika ternyata ayahlah yang mengingatkan mama untuk menelponmu?
Saat kecil, mamalah yang lebih sering mendongeng. Tapi tahukah kamu bahwa sepulang ayah bekerja dengan wajah lelah beliau selalu menanyakan pada mama apa yang kamu lakukan seharian?
Saat kamu sakit batuk/pilek, ayah kadang membentak, "Sudah dibilang jangan minum es!".
Tapi tahukah kamu bahwa ayah khawatir?
Ketika kamu remaja, kamu menuntut untuk dapat izin keluar malam. Ayah dengan tegas berkata, "Tidak boleh!".
Sadarkah kamu bahwa ayah hanya ingin menjagamu?
Karena bagi ayah, kamu adalah sesuatu yang sangat berharga.
Saat kamu bisa lebih dipercaya, ayah pun melonggarkan peraturannya.
Kamu akan memaksa untuk melanggar jam malamnya.
Maka yang dilakukan ayah adalah menunggu di ruang tamu dengan sangat khawatir.
Ketika kamu dewasa dan harus kuliah di kota lain, Ayah harus melepasmu.
Tahukan kamu bahwa badan Ayah terasa kaku untuk memelukmu?
Dan Ayah sangat ingin menangis.
Di saat kamu memerlukan ini-itu untuk keperluan kuliahmu, Ayah hanya mengernyitkan dahi.
Tapi tanpa menolak, beliau memenuhinya.
Saat kamu di wisuda, Ayah adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukmu.
Ayah akan tersenyum bangga.
Sampai ketika teman pasanganmu datang untuk meminta izin mengambilmu dari ayah...ayah akan sangat berhati-hati dalam memberi izin.
Dan akhirnya...saat ayah melihatmu di pelaminan bersama seorang yang dianggapnya pantas...ayahpun tersenyum bahagia.
Apakah kamu tahu..bahwa ayah sempat pergi ke belakang dan menangis, "Semoga putra/putri kecilku yang manis berbahagia bersama pasangannya."
Setelah itu ayah hanya bisa menunggu kedatanganmu bersama cucu-cucunya yang sesekali datang untuk menjenguk.
Dengan rambut yang memutih dan badan yang tak lagi kuat untuk menjagamu.
(Semoga Almarhum tenang dan tersenyum di alam sana..amin)
23.8.11
19.8.11
Andai saya dimakamkan hari ini (sebuah renungan)
Aku mati...perlahan...tubuhku ditutup tanah.
Perlahan...semua pergi meninggalkanku.
Masih terdengar jelas langkah-langkah terakhir mereka.
Aku sendirian, di tempat gelap yang tak pernah terbayang.
Sendiri...menunggu pertanyaan malaikat.
Belahan hati, belahan jiwa pun pergi. Apalagi sekedar kawan dekat atau orang lain.
Aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka.
Sanak keluarga menangis, sangat pedih...aku pun demikian...tak kalah sedih dan aku juga.
Tetapi aku tetap sendiri disini, menunggu perhitungan.
Menyesal sudah tak mungkin.
Tobat tak lagi dianggap & maaf pun tak bakal didengar.
Aku benar-benar harus sendiri.
Ya Allah...jika Engkau beri aku 1 lagi kesempatan...jika Engkau pinjamkan lagi beberapa hari milikMu...untuk aku perbaiki diriku...aku ingin memohon maaf pada mereka, yang selama ini sengsara karena aku, tersakiti karena aku.
Aku akan kembalikan jika ada harta kotor ini yang telah kukumpulkan, yang bahkan kumakan.
Ya Allah...beri lagi aku beberapa hari milikMu..untuk berbakti kepada ayah & ibu tercinta. Teringat kata-kata kasar & keras yang menyakitkan hati mereka.
Maafkan aku ayah & ibu...mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayangmu
Beri juga ya Allah aku waktu untuk berkumpul dengan keluargaku, menyenangkan saudara-saudaraku...untuk sungguh-sungguh beramal soleh.
Aku sungguh ingin bersujud dihadap-Mu lebih lama lagi.
Begitu menyesal diri ini...
Kesenangan yang pernah kuraih dulu...tak ada artinya sama sekali.
Mengapa ku sia-siakan saja waktu hidup yang hanya sekali itu?
Andai aku bisa putar ulang waktu itu.
Aku dimakamkan hari ini & semua menjadi tak termaafkan & semua menjadi terlambat & aku harus sendiri...
Untuk waktu yang tak terbayangkan sampai yaumul hisab & dikumpulkan di padang masyar...
Ya Rabb..sampaikan salamku untuk sahabatku yang selalu mengingatkanku akan hari terakhirku di dunia.
Sesungguhnya sahabat yang terbaik yaitu sahabat yang mengingatkan tentang kematian.
Perlahan...semua pergi meninggalkanku.
Masih terdengar jelas langkah-langkah terakhir mereka.
Aku sendirian, di tempat gelap yang tak pernah terbayang.
Sendiri...menunggu pertanyaan malaikat.
Belahan hati, belahan jiwa pun pergi. Apalagi sekedar kawan dekat atau orang lain.
Aku bukan siapa-siapa lagi bagi mereka.
Sanak keluarga menangis, sangat pedih...aku pun demikian...tak kalah sedih dan aku juga.
Tetapi aku tetap sendiri disini, menunggu perhitungan.
Menyesal sudah tak mungkin.
Tobat tak lagi dianggap & maaf pun tak bakal didengar.
Aku benar-benar harus sendiri.
Ya Allah...jika Engkau beri aku 1 lagi kesempatan...jika Engkau pinjamkan lagi beberapa hari milikMu...untuk aku perbaiki diriku...aku ingin memohon maaf pada mereka, yang selama ini sengsara karena aku, tersakiti karena aku.
Aku akan kembalikan jika ada harta kotor ini yang telah kukumpulkan, yang bahkan kumakan.
Ya Allah...beri lagi aku beberapa hari milikMu..untuk berbakti kepada ayah & ibu tercinta. Teringat kata-kata kasar & keras yang menyakitkan hati mereka.
Maafkan aku ayah & ibu...mengapa tak kusadari betapa besar kasih sayangmu
Beri juga ya Allah aku waktu untuk berkumpul dengan keluargaku, menyenangkan saudara-saudaraku...untuk sungguh-sungguh beramal soleh.
Aku sungguh ingin bersujud dihadap-Mu lebih lama lagi.
Begitu menyesal diri ini...
Kesenangan yang pernah kuraih dulu...tak ada artinya sama sekali.
Mengapa ku sia-siakan saja waktu hidup yang hanya sekali itu?
Andai aku bisa putar ulang waktu itu.
Aku dimakamkan hari ini & semua menjadi tak termaafkan & semua menjadi terlambat & aku harus sendiri...
Untuk waktu yang tak terbayangkan sampai yaumul hisab & dikumpulkan di padang masyar...
Ya Rabb..sampaikan salamku untuk sahabatku yang selalu mengingatkanku akan hari terakhirku di dunia.
Sesungguhnya sahabat yang terbaik yaitu sahabat yang mengingatkan tentang kematian.
11.8.11
Inikah Ramadhan Terakhirku?
Andai kau tahu ini Ramadhan terakhir...
Tentu siangnya engkau sibuk berzikir dan tentu engkau tak akan jemu melagukan syair rindu mendayu, merayu....kepada Nya, Tuhan Yang Maha Esa
Andai kau tahu ini Ramadhan terakhir...
Tentu sholatmu kau kerjakan di awal waktu, sungguh khusyuk lagi tawadhu' tubuh dan kalbu, bersatu memperhambakan diri menghadap Rabuul Jalil. Menangisi kecurangan janji terhadap "Inna Sholati Wanusuki Wamahyaya Wamamati Lillahirabbil 'Alamin" (Sesungguhnya Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan seru sekalian alam)
{teriring ucapan terima kasih buat temanku yang sudah kirimi aku sms ini}
Tentu siangnya engkau sibuk berzikir dan tentu engkau tak akan jemu melagukan syair rindu mendayu, merayu....kepada Nya, Tuhan Yang Maha Esa
Andai kau tahu ini Ramadhan terakhir...
Tentu sholatmu kau kerjakan di awal waktu, sungguh khusyuk lagi tawadhu' tubuh dan kalbu, bersatu memperhambakan diri menghadap Rabuul Jalil. Menangisi kecurangan janji terhadap "Inna Sholati Wanusuki Wamahyaya Wamamati Lillahirabbil 'Alamin" (Sesungguhnya Sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan seru sekalian alam)
{teriring ucapan terima kasih buat temanku yang sudah kirimi aku sms ini}
Hati-hati ah kalau bicara....
Kenapa ya, kalau suami istri sudah menikah lama dan masih belum punya anak...kebanyakan orang beranggapan si istrinyalah yang bermasalah?
Hal ini aku alami sendiri. Hampir semua orang yang tau, beranggapan begitu. Salah satunya aku dengar sendiri dari seorang ustad yang aku temui akhir bulan lalu. Saat itu, aku menemani suamiku. Setelah ngobrol ngalor ngidul, sang ustad bertanya pada suamiku, "Anak sudah berapa, Pak?"
"Belum ada, Pak Ustad," kata suamiku
"Sudah berapa tahun menikah?"
"Hampir 11 tahun, Pak."
"Lama juga ya, Pak."
Dan pembicaraan mulai menjurus ke arah pembicaraan antar lelaki....nyerempet2 soal istri selanjutnya...wkwkwk...aku mulai nyengir. Salah satu 'becandaan' yang aku masih ingat banget itu: "Wah...seandainya Ibu ikhlas aja, Bu....Ibu langsung masuk surga tu, Bu. Gak usah khawatir saat lewat jembatan sirotol mustaqim, dijamin selamat deh nyebrangnya..asal Ibu ikhlas tentunya."
Cekakak....aku cuma senyum ajah
"Soalnya bukan apa2, Pak, Bu....kalau seandainya kita tidak punya keturunan, nanti siapa yang akan mendoakan kita kalau kita sudah tidak ada?" begitu lanjut sang ustad. "Kan cuma anak2 yang soleh yang doanya didengar oleh Allah."
Betul sih, Pak, dalam hati aku berkata, cuma taukah dikau pa ustad...bahwa yang bermasalah sehingga kami belum bisa punya keturunan itu adalah suamiku?
Wkwkwkwk...seandainya perkataan itu aku balikin ke para laki-laki.
Bisakah para suami yang punya masalah untuk punya keturunan mengikhlaskan sang istri untuk minta cerai sehingga bisa nikah lagi dengan laki2 lain yang bisa kasih keturunan? (Hehehe...soalnya untuk perempuan kan tidak boleh punya suami lebih dari satu orang ya)
Kalau diperhatikan di Indonesia, banyak lelaki yang menikah lagi atau malah menceraikan istrinya yang belum bisa memberikan keturunan kalau si istri tersebut tidak mau dimadu karena suami nikah lagi..dan sang istri harus pasrah menerima kejadian tersebut, demi agar sang suami mempunyai keturunan.
Kalau keadaan itu dibalik....hehehe....banyak orang yang protes dan tidak terima. Bahkan terkadang dari pihak keluarga sendiri pun lebih sering memberikan nasehat ke si istri untuk terus bersabar dan terus berikhtiar untuk berobat!
Sabar...sabar...sabar....hufs......
Hal ini aku alami sendiri. Hampir semua orang yang tau, beranggapan begitu. Salah satunya aku dengar sendiri dari seorang ustad yang aku temui akhir bulan lalu. Saat itu, aku menemani suamiku. Setelah ngobrol ngalor ngidul, sang ustad bertanya pada suamiku, "Anak sudah berapa, Pak?"
"Belum ada, Pak Ustad," kata suamiku
"Sudah berapa tahun menikah?"
"Hampir 11 tahun, Pak."
"Lama juga ya, Pak."
Dan pembicaraan mulai menjurus ke arah pembicaraan antar lelaki....nyerempet2 soal istri selanjutnya...wkwkwk...aku mulai nyengir. Salah satu 'becandaan' yang aku masih ingat banget itu: "Wah...seandainya Ibu ikhlas aja, Bu....Ibu langsung masuk surga tu, Bu. Gak usah khawatir saat lewat jembatan sirotol mustaqim, dijamin selamat deh nyebrangnya..asal Ibu ikhlas tentunya."
Cekakak....aku cuma senyum ajah
"Soalnya bukan apa2, Pak, Bu....kalau seandainya kita tidak punya keturunan, nanti siapa yang akan mendoakan kita kalau kita sudah tidak ada?" begitu lanjut sang ustad. "Kan cuma anak2 yang soleh yang doanya didengar oleh Allah."
Betul sih, Pak, dalam hati aku berkata, cuma taukah dikau pa ustad...bahwa yang bermasalah sehingga kami belum bisa punya keturunan itu adalah suamiku?
Wkwkwkwk...seandainya perkataan itu aku balikin ke para laki-laki.
Bisakah para suami yang punya masalah untuk punya keturunan mengikhlaskan sang istri untuk minta cerai sehingga bisa nikah lagi dengan laki2 lain yang bisa kasih keturunan? (Hehehe...soalnya untuk perempuan kan tidak boleh punya suami lebih dari satu orang ya)
Kalau diperhatikan di Indonesia, banyak lelaki yang menikah lagi atau malah menceraikan istrinya yang belum bisa memberikan keturunan kalau si istri tersebut tidak mau dimadu karena suami nikah lagi..dan sang istri harus pasrah menerima kejadian tersebut, demi agar sang suami mempunyai keturunan.
Kalau keadaan itu dibalik....hehehe....banyak orang yang protes dan tidak terima. Bahkan terkadang dari pihak keluarga sendiri pun lebih sering memberikan nasehat ke si istri untuk terus bersabar dan terus berikhtiar untuk berobat!
Sabar...sabar...sabar....hufs......
Langganan:
Postingan (Atom)